Tuesday, June 20, 2017

Menanggapi Kicauan Felix Siauw Perkara Membaca Terjemahan

Itikaf itu kesempatan memahami agama, saran saya coba ambil waktu pas itikaf, baca terjemahan Al-Quran sampai kelar, biar lebih paham :)
-- Felix Siauw, di Twitter 18 Juni 2017

Kicauan Felix Siauw itu menuai beberapa ejekan karena Felix Siauw menggunakan kata "terjemahan". Karena saya cenderung iba, saya terpancing untuk membelanya. Namun, baru saja mau bikin status Facebook membela kicauan Felix Siauw, lalu lihat kicauan 3 menit sebelumnya posting.
Langsung hapus status. Tak usah dibela ah.

Sebenarnya, kicauan Felix Siauw yang satu itu (tanggal 18 Juni) benar bila berdiri sendiri. Saya setuju ama saran beliau. Namun ternyata kicauan itu terkait kicauan 3 menit sebelumnya.

Tak ada yang salah dengan membaca AlQuran terjemahan dari awal sampai akhir. Setidaknya, bisa mendapatkan garis besar tentang agama Islam.

Yang salah adalah merasa sudah sangat memahami hanya dengan membaca terjemahannya belaka. Padahal, layaknya bahasa lain, Bahasa Arab pun memiliki pergeseran makna. Apalagi ketika sudah terserap ke dalam pergaulan di komunitas berbahasa non-Arab.

Kata "munafik" misalnya, dalam pergaulan sehari-hari di Indonesia, masyarakat biasanya membayangkan seseorang yang lain perkataan, lain di hati. Celakanya, orang yang menahan nafsu yang menggelora pun kadang dicela sebagai "munafik". Padahal sebenarnya tidak demikian arti kata munafik.

Nah, agak bahaya kalau hanya mengandalkan terjemahan sementara pengertian yang ada barulah pada tahap "pengertian awam".

Itulah gunanya tafsir, di mana ulama menjelaskan panjang kali lebar tiap kata, kadang diberikan contoh pemahaman Nabi dan para Sahabat.

0 comments: