Monday, January 23, 2017

Meragukan Tulisan Selamat Genting Republika Tentang Tentara India Non-Muslim

Agak terkejut membaca tulisan di Republika yang di-forward teman karena bertentangan dengan beberapa cerita sikap pasukan India yang saya dengar di berbagai cerita. Tulisannya cukup panjang tetapi saya ambil satu bagian saja untuk membuktikan bagaimana tulisan di Republika menampilkan versi yang berbeda sendiri yakni versi Republika terang-terangan mengatakan "India non-Muslim" sementara versi-versi lain tak pernah menyatakan demikian.
Kesimpulan sementara, saya sangat meragukan versi jurnalis senior Republika ini bukan sekedar saya tak menemukan versi bagian cerita yang sesuai dengan tulisannya, namun keseluruhan temanya pun bertentangan dengan semua cerita tentang tentara India yang pernah saya dengar. Tema tulisannya bahkan bertentangan dengan akhir tulisan si Jurnalis sendiri yang mengakui bahwa India pernah mengusir kapal-kapal Belanda dari pelabuhannya untuk sebagai bentuk solidaritas terhadap Indonesia.

1. Versi Selamat Ginting, Jurnalis Senior Republika 23 Januari 2017:
Pada saat itu di rumah Tabib Sher sedang berkumpul beberapa orang serdadu Pakistan. Seketika pasukan Pakistan segera meluncur dan memerintahkan tentara NICA agar menyingkir. Kedua serdadu sudah dalam posisi ‘steeling’ dan mengokang senjata. Posisi tentara India Muslim itu lebih menguntungkan, karena mengepung pasukan NICA dari India non-Muslim. Pasukan India non-Muslim itu pun akhirnya keluar dari rumah dokter Soeharto. Nyawa Sukarno yang sudah di ujung tanduk itu, terselamatkan.

2. Versi Roso Daras (seorang fans Soekarno) di blog pribadi 1 Juni 2009:
Peristiwa itu, sontak menggegerkan masyarakat yang melihatnya. Kabar tersebar begitu cepat, laksana tertiup angin. Salah satu menerima kabar adalah Tabib Sher, seorang tabib asal India yang membuka praktek di Jl. Senen Raya, tak jauh dari Jl. Kramat Raya. Kebetulan, saat kabar diterima, di situ tengah berkumpul para serdadu Sekutu yang beretnis India muslim.
Tabib Sher yang memang pro kemerdekaan Indonesia, dan juga pendukung Sukarno, kontan mengajak para serdadu Sekutu India muslim dan sejumlah pejuang, menuju TKP (tempat kejadian perkara). Terjadilah pemandangan sengit, ketika tentara Sekutu India Muslim menodongkan senapannya ke arah rekan tentara Sekutu gabungan Inggris dan Belanda. Tentara Nica Sekutu diperintahkan meletakkan senapan dan mengangkat tangan. Perang mulut tak terhindarkan. Nica semula bersikukuh hendak menghabisi, setidaknya merangsek Bung Karno sebagai “musuh nomor satu” Nica.

3. Versi Zahir Khan saat diwawancara Inti Jaya News (terverifikasi secara administrasi di Dewan Pers) 7 Juni 2015:
Begitu tahu tentara muslim asal Pakistan yang sedang kumpul di rumah Tabib Sher di Senen langsung mengajak teman-temanya yang lain untuk menolong Bung Karno maka terjadilah perdebatan seru antara serdadu Nica yang menodongkan senjata kepada Bung Karno dengan pasukan muslim dari Pakistan yang jumlahnya jauh lebih banyak sambil mengarahkan laras panjang ke tentara Belanda. Meskipun tentara Nica mengatakan Bung Karno adalah musuh,tentara muslim tetap memerintahkan agar tentara Nica meletakan senjata dan mengangkat tangan kalau tidak menurut akan ditembak habis akhirnya serdadu Nica mundur ambil memaki-maki. 

4. versi Zahir Khan yang dikutip situs Majalah Fakta (terdaftar di Dewan Pers tetapi belum terverifikasi faktual dan administrasi) 8 Maret 2014:
Pada saat itu di rumah Tabib Sher sedang berkumpul beberapa orang serdadu Pakistan dan kemudian langsung diajak menuju rumah Dr Soeharto. Sementara itu di tempat kejadian, serdadu NICA telah pasang steeling dengan senjata ke arah mobil Bung Karno. Maka terjadilah perdebatan seru antara pasukan Pakistan melawan pasukan NICA. Pasukan Pakistan memerintahkan tentara NICA agar menyingkir, akan tetapi serdadu kolonial itu menjawab bahwa Soekarno itu musuhnya. Maka serdadu Pakistan juga pasang steeling dan mengokang senjata. Akhirnya serdadu NICA mundur sambil memaki-maki serdadu Pakistan. Pada kesempatan itu Dr Soeharto keluar rumah menuju Bung Karno, lalu membimbing sang proklamator masuk ke dalam rumahnya.


Sekedar catatan,
saya tidak meragukan dukungan Pakistan, tetapi saya meragukan bagian dari tulisannya yang membahas sikap India kecuali di bagian akhir.

Rujukan: 


3. http://ijn.co.id?p=1011 (dicek 23 Januari 2017)


0 comments: